Sahabat : Jiwaku Jiwamu
Setiap pertemuan pasti ada perpisahan, setiap yang datang pasti akan pergi,
dan setiap yang hidup pasti akan mati. Merasakan nikmatnya sehat ketika sakit,
merasakan seronoknya belajar ketika sudah menjadi alumni, begitu pula indahnya
persahabatan ketika mereka sudah pergi. Ya mereka sudah pergi. Hari ini mereka
pergi, bahkan sudah dimulai dari beberapa hari yang lalu setelah wisuda. Satu
per satu dari mereka mengangkatkan kaki bersama heretan koper meninggalkan
kampus tercinta ini dengan tujuan dan harapan yang ingin mereka capai.
Kira-kira tiga atau empat bulan yang
lalu, aku pergi meninggalkan mereka. Mereka terpaksa melepasku pergi walaupun masih
membutuhkanku. Sikap egois yang hanya mementingkan diri sendiri akhirnya
memakan diri. Kini sepertinya, aku tinggal sendiri di sini. Memang jalan
kehidupan orang itu berbeda-beda, ada yang mau ke kanan, ada yang mau ke kiri.
Tabik hormat aku tegakkan, walau dengan perbedaan itu mereka saling
bantu-membantu dalam menyelesaikan tugas akhir meski mereka harus menyelesaikan
milik mereka sendiri. Inilah tanda sebuah persahabatan.
Memaknai sebuah persahabatan itu
bukanlah hanya sebagai peneman pelebur kesunyian tetapi sahabat lebih daripada
itu. Secara umumnya, orang memaknai sahabat adalah orang yang selalu ada ketika
senang dan susah. Tetapi menurutku, sahabat adalah jiwa yang terpisah dari diri
kita. Kenapa aku mengatakan seperti itu? Karena seorang sahabat yang sejati
pasti mengenal kita seutuhnya, kepeduliannya melebihi daripada peduli terhadap dirinya
sendiri, bantuan atau pertolongan tidak perlu di pertanyakan lagi. Yang pasti
dia adalah seorang yang ingin sahabatnya menjadi lebih baik dari padanya.
Sahabat seperti ini sudah sangat
langka untuk ditemui. Sahabat itu sebenarnya bukanlah sesuatu yang boleh dicari
tetapi sahabat itu adalah anugerah daripada Yang Maha Esa. Oleh itu, sangat
merugilah orang-orang yang menyia-nyiakan kehadiran sosok ini. Walaupun
kehadirannya tidak dirancang, namun perpisahan pula yang tidak diinginkan.
Inilah yang aku rasakan sekarang. Rasa kosong di satu sudut hati dari sosok-sosok
yang selalu mengisi hari-hari menuntut ilmuku, yang membuatku betah dan nyaman
hidup di negeri bukan tanah kelahiranku ini.
Ingin rasanya menitiskan air mata
perpisahan, berat hati melepaskan, lemas kaki ingin melangkah pergi, tapi aku
tidak boleh menunjukkan sisi kelemahanku, karena aku adalah jiwa mereka dan
mereka adalah jiwaku. Saling menguatkan di kala lemah, saling membangunkan di
kala terjatuh. Selamat jalan wahai sahabatku, selamat berjuang, selamat maju
jaya. Target 100 tahun Gontor kita di undang mengisi kuliah umum bersama. See
you on top!
Comments
Post a Comment